Kisah Kecil di Kinah

Prolog

 Kisah ini merupakan rangkaian pengalaman para relawan dan anggota Tim SAR yang melakukan operasi evakuasi di Kinahrejo, Dusun Pelemsari, Desa Umbulharjo, Sleman paska erupsi Gunung Merapi tanggal 26 Oktober 2010. Beberapa saat setelah erupsi, para relawan telah melakukan operasi evakuasi terhadap warga Kinahrejo pada malam harinya dan berhasil mengevakuasi sebagian warga dan non-warga Kinahrejo  – baik yang selamat, terluka maupun meninggal. Dikarenakan kondisi yang riskan dan peralatan yang kurang mendukung, maka operasi ditunda dan akan dilanjutkan esok paginya. 

Masih dengan semangat yang sama dengan “Kisah-Kisah Yang Tercecer”, dalam kisah ini tidak hendak menceritakan kepahlawanan para relawan dan anggota Tim SAR, namun hanya menyajikan secuil kisah yang mungkin terlewatkan atau terlupakan oleh kita. Oleh karena itu, para relawan dan anggota Tim SAR yang disebutkan dalam kisah ini, identitasnya disamarkan dan digantikan dengan “Elang”. Penulis hanya menyajikan ulang dengan bahasa tulisan, sesuai dengan apa yang dituturkan para relawan dan anggota Tim SAR kepada penulis. Adapun kekurangan dalam penulisan ulang ini, penulis memohon maaf.

*****

Rabu, tanggal 27 Oktober 2010 sekitar jam 04.15 WIB, seusai breifing SRU (Search and Rescue Unit), sekitar 33 orang Elang berangkat dari Posko Operasi di Dusun Pangukrejo, Desa Umbulharjo menuju pemukiman Kinahrejo untuk melakukan evakuasi yang kesekian kalinya paska-erupsi Gunung Merapi sehari sebelumnya. Tim Evakuasi berangkat dengan menggunakan alat transportasi yang seadanya: ada sebuah sepeda motor yang digunakan bertiga dan ada pula sebuah mobil sedan serta mobil rescue yang ditumpangi dua kali kapasitas normal. Selama sekitar 20 menit perjalanan, debu vulkanik yang menutup jalan beterbangan dihempas roda kendaraan juga memperlambat laju kendaraan – bahkan beberapa sepeda motor dan sebuah mobil terseok. Lapisan debu semakin tebal sepanjang perjalanan hingga mendekati permukiman Kinahrejo. Bukan sebuah perjalanan yang mudah menembus medan yang 12 jam sebelumnya terkena material erupsi Merapi.

Setelah memarkir kendaraannya menghadap ke selatan dan tanpa mencabut  kunci kendaraan, semua anggota SRU (Search and Rescue Unit) Tim Evakuasi berkumpul di Titik Koordinasi – di persimpangan antara jalan aspal dari pertigaan menuju jalur pendakian dengan jalan dusun dari Kali Kuning menuju ke pemukiman Kinahrejo, briefing akhir dan checking akhir peralatan dilakukan oleh Elang 1 dan Elang 2 – selaku Komandan Operasi, dan diakhiri pesan untuk berhati-hati karena area pemukiman masih diselimuti material erupsi dan kondisi rumah warga yang rentan runtuh. Tiga SRU bergerak ke tiga sasaran yang berbeda. Sasaran SRU pertama adalah Masjid Al-Amin dan rumah kediaman Mbah Maridjan, SRU kedua menuju rumah-rumah yang berada di bawah rumah Mbah Maridjan dan SRU ketiga menyisir rumah warga yang berada di atas rumah Mbah Maridjan. Elang 1 akan mengkoordinasi pergerakan seluruh SRU dari Titik Koordinasi – dengan ditemani Elang 2 yang memegang radio komunikasi handy talkie yang memantau dinamika aktivitas Gunung Merapi. Sekitar jam 04.50 WIB SRU 1 dan SRU 2 meluncur bersamaan ke pemukiman Kinahredjo, sedangkan SRU 3 mulai menuju ke atas.

Sungguh pemandangan yang tak terperikan menyaksikan kondisi pemukiman yang menjadi t4 favorit bagi pecinta alam Yogyakarta tersebut. Sebagian besar bangunan rumah dan pepohonan yang berada di sekitarnya rubuh dan diselimuti debu vulkanis. Para Elang harus ekstra hati-hati melewati rerubuhan pepohonan. Di beberapa titik masih terlihat api menyala.

Kinahrejo, 27 Oktober 2010, jam 04.56

Tak berapa lama SRU 1 menemukan sebuah jenazah di bawah kediaman Lik Udi. Jenazah segera dimasukkan dalam kantung jenazah yang sudah disiapkan setelah teridentifikasi sebagai salah satu klg Lik Udi. Dengan mempertimbangkan waktu yang tersedia – berpacu dengan ketidaktentuan aktivitas Gunung Merapi, jenazah segera dirapikan dan dibawa ke Titik Koordinasi.

Sejurus kemudian sebagian Elang yang tergabung dalam SRU 2 yang dipimpin Elang 4 melakukan penyisiran di sekitar kediaman Mbah Maridjan, sedangkan sebagian Elang lainnya melakukan penyisiran di Masjid Al-Amin yang masih tegak berdiri namun sebagian gentengnya sudah rusak. Elang 4 segera menuju gandok rumah Mbah Maridjan. Gandok adalah ruang penghubung yang biasanya terdapat rumah masyarakat Jawa tradisional. Di rumah Mbah Maridjan, gandok menghubungkan ruang tamu dan dapur keluarga. Dan benar. Mbah Maridjan ditemukan di gandok, dalam keadaan sudah meninggal dengan posisi sujud menghadap ke selatan. Jam menunjukkan sekitar pukul 05 lebih sedikit. Seketika kalimat tauhid pun menggema di bekas ruangan berukuran sekitar tiga meter kali empat meter tersebut.

Identifikasi segera dilakukan. Mulai dari pakaian – berupa baju batik dan sarung, hingga ciri-ciri fisik Mbah Maridjan. Positif Mbah Maridjan. Kondisi fisik Mbah Maridjan relatif masih bagus dan mudah dikenali, bahkan tidak ada luka bakar seperti layaknya jenazah lainnya yang terkena material erupsi. Dipimpin Elang 4, evakuasi segera dilakukan, dengan menyingkirkan batang pohon berdiameter sekitar 30 cm dan puing-puing reruntuhan dinding sisi utara rumah beliau serta perabot rumah tangga. Jenazah kemudian dimasukkan dalam kantung jenazah yang sudah disediakan dan  segera dibawa keluar dengan (masih) diiringi alunan kalimat tauhid Tim Evakuasi. Jenazah Mbah Maridjan dan jenazah beberapa warga Kinahrejo yang ditemukan segera dibawa ke Titik Koordinasi.

Keindahan matahari yang mulai menampakkan diri dengan semburat warna merahnya tak mampu menggantikan “pemandangan” Kinahredjo pagi itu. Pagi yang biasanya indah dan ketenangan alam khas Kinahredjo sama sekali sirna dan tergantikan dengan pemandangan yang “luar biasa” bagi nalar manusia. Terlihat Elang 5 terduduk dan mencoba menahan air mata melihat Kinahredjo pagi itu. Tak berapa lama, Elang 6 datang menghampiri dan merangkul kemudian mengangkat tubuh Elang 5 yang terduduk tak berdaya. Beberapa kata meluncur dari Elang 6 yang ditujukan kepada Elang 5. Elang 5 kemudian bangkit, dan bersama Elang 6 segera menyusul Elang-Elang lainnya menuju Titik Koordinasi.

Kinahrejo, 27 Oktober 2010, jam 05.12

Di Titik Koordinasi kantung jenazah Mbah Maridjan sudah dimasukkan ke sebuah mobil dan kemudian ditutup dengan sebuah mantel (jas hujan) warna biru. Tak berapa lama, mobil tersebut segera meluncur turun menuju rumah sakit dengan ditemani beberapa Elang. Sedangkan beberapa jenazah lainnya sedang dimasukkan dalam sebuah mobil ambulans.

Kerumunan orang di Titik Koordinasi semakin banyak, terutama warga Kinahredjo yang naik kembali untuk memastikan keberadaan dan keadaan saudara mereka. Beberapa warga terduduk lesu, setelah mengetahui ciri-ciri fisik jenazah yang sudah berada di Titik Koordinasi. Sebagian lainnya berwajah tegang, menunggu kabar dari SRU 3 yang masih melakukan pencarian korban. Bahkan ada beberapa warga yang kemudian menyusul ke atas.

Sementara itu, sebagian Elang dari SRU 1 dan SRU 2 segera membantu pencarian. Sasarannya adalah rumah warga yang berada di barat Titik Koordinasi menuju Kali Kuning dan kemudian bergerak ke atas. Sebagian lainnya membantu membawa kantung jenazah dan menyusul SRU 3 – yang saat itu sudah berada di pemukiman yang berada di sekitar jalur pendakian.

Elang 7 dan Elang 8 yang hendak menyusul rombongan SRU 3, tiba-tiba Elang 1 menghentikan mereka, “Kalian berdua ke atas saja. Sisir jalan ini dan rumah di sekitarnya!”. “Siap!”, sahut Elang 7 dan langsung merubah arah langkah kaki. Mereka menyisir satu per satu rumah. Rumah pertama dan kedua kosong. Di dalam rumah ketiga, mereka menemukan tiga warga yang sudah meninggal. Dikarenakan tidak membawa kantung jenazah, maka mereka hanya memberi marker di jalan masuk ke rumah tersebut. “Kamu naik saja. Saya akan turun mengambil kantung jenazah. Siapa tahu masih ada korban yang hidup”, pinta Elang 7 kepada Elang 8. Elang 8 pun menyahut, “Oke”. Mereka pun berpisah.

Kinahrejo, 27 Oktober 2010, jam 05.43

Sesampai Elang 7 di Titik Koordinasi, ternyata semua kantung jenazah sudah terpakai. Bahkan dua dari enam jenazah dibungkus dengan menggunakan  selimut seadanya. Elang 7 pun menyampaikan informasi kepada Elang 1 bahwa tim yang berada di atas membutuhkan tambahan kantung jenazah untuk mengevakuasi korban. Setelah berdiskusi, Elang 1 berkata, “Oke kalau begitu, ambil sarung, jarik atau apapun untuk dijadikan alas dan selimut penutup jenazah. Sebanyak-banyaknya!”, kepada beberapa orang yang sudah berada di sekitar Titik Koordinasi. “Ayo Mas. Kamu bantu aku. Keluarkan jenazah ini dan kantungnya bisa kamu bawa ke atas”, ucap Elang 1 kepada Elang 7. Elang 7 tertegun dan terdiam beberapa saat. Mungkin bimbang di antara dua kondisi yang tidak sama enaknya. Akhirnya Elang 7 mengikuti perintah tersebut, mengeluarkan jenazah dari kantung, meletakkannya kembali dan menutup dengan lembaran kain seadanya.

Elang 7 kembali menyusul ke atas dengan membawa tiga kantung jenazah dan mengajak dua Elang lainnya. Di perjalanan, Elang 7 beriringan dengan seseorang, yang tampaknya warga Dusun Kinahrejo. Elang 7 pun memberanikan diri bertanya, “Ndaleme njenengan pundi Mas? (Rumah anda di mana Mas?). Orang tersebut menoleh dan menjawab. “Wonten inggil, Mas (Di atas, Mas).”.Lha njenengan ajeng nopo? (Lha anda mau ngapain?), sergah Elang 7. “Madosi tiyang sepuh kulo, Mas (Mencari orangtua saya Mas), tukas orang tersebut. Elang 7 memutuskan untuk menyerahkan kantung jenazah kepada dua Elang lainnya, dan menyertai orang tersebut naik ke atas. Nama warga tersebut adalah Suparman – sebut saja begitu.

Setelah berjalan kira-kira lima menit, tiba-tiba Mas Suparman berlari tergesa-gesa. Ternyata, dirinya melihat tiga kantung jenazah yang diletakkan berjejer di ujung pandangan mata Elang 7. “Mas, niki sinten mawon? Piyantun pundi mawon? (Mas, ini siapa saja? Orang mana saja?)”, cecar Mas Suparman seketika kepada salah satu Elang yang berada di lokasi. Belum sempat dijawab, Mas Suparman segera membuka kantung jenazah. Seketika dirinya terduduk lemas. “Mas, niki wong tuwo kulo (Mas, ini orang tua saya), ucapnya sambil menoleh ke Elang 7. Air mata Mas Suparman pun tumpah. Elang 7 menghampiri dan duduk di sebelahnya. Sejurus kemudian Elang 7 merangkul Mas Suparman. Kemudian terdengar beberapa kalimat meluncur dari Elang 7 dan selanjutnya terdengar ucapan Basmallah. Kedua orang tersebut mengucapkan Surah Al-Fatihah, dengan kepala sama-sama tertunduk.

Tiba-tiba Elang 7 berteriak, “Hei… Mas. Jangan ambil gambarnya. Jangan !!”, seraya mengangkat tangannya lurus ke depan kepada seseorang yang sedang men-shoot peristiwa yang dialami Mas Suparman. “Lho… kok nggak boleh ? Ini kan …” jawab si Kameramen. Belum selesai Si Kameramen berucap, “Ambil yang lainnya saja. Ini bukan komoditas!” sergah Elang 7. “Atau kalau mau ambil, awake dewe senggel dhisik (Kita berkelahi dulu)!!” tambah Elang 7 dengan nada lebih ketus. Akhirnya si Kameramen memilih pergi. Belakangan diketahui bahwa si Kameramen merupakan wartawan dari salah satu stasiun TV nasional yang (entah) berhasil menyelundup atau diseleundupkan, dan pertimbangan Elang 7 melarang wartawan tersebut adalah kekhawatiran bahwa rekaman tersebut akan menjadi bahan eksploitasi berlebihan terhadap momen kesedihan warga Kinahrejo.

Kinahrejo, 27 Oktober 2010, jam 06.31

Setelah semua warga Kinahrejo yang diduga menjadi korban dapat dipastikan keberadaan dan keadaannya, maka seluruh Elang segera membawa turun kantung-kantung jenazah tersebut ke Titik Koordinasi. Sebagian besar korban dapat diidentifikasi oleh keluarga yang berada di Titik Koordinasi, segera diberi tanda pada kantung jenazah yang bersangkutan. Setelah itu, jenazah-jenazah tersebut dinaikkan ke sebuah mobil pick-up dan tak lama kemudian mobil tersebut meluncur turun ke rumah sakit. Sejurus kemudian Elang 9 menyalakan sepeda motornya dan meluncur turun.

Tak seberapa jauh Elang 9 berhenti di sebuah mulut gang. Dengan bergegas Elang 9 melangkah ke bangunan rumah yang berada di depannya. Rumah Lik Pujo. Yang empunya rumah sudah dipastikan berada di salah satu rumah sakit di Jogja dengan kondisi luka bakar.. Elang 9 menyaksikan sebagian genteng rumah depan runtuh, pohon-pohon dan menara komunikasi  yang rubuh di pekarangan dan menimpa teras rumah belakang.

Rumah belakang Lik Pudjo, sebelum dan sesudah Erupsi Merapi 2010

Elang 9 segera masuk ke rumah belakang melewati pintu depan yang terbuka. Seluruh ruangan bewarna sama, abu-abu. Setelah melihat keseluruhan kondisi rumah, Elang 9 kembali ke ruang depan yang terhubung langsung dengan ruang dapur. Kalender tidak terbakar. Seperangkat peralatan minum tanah liat di atas meja berselimut debu vulkanis. Elang 9 melihat dinding. Kalender tidak terbakar, lambang Kraton Ngayogyakarto yang terbuat dari kayu masih utuh. Kemudian mata Elang 9 berhenti pada jam dinding. Elang 9 mendekat ke jam dinding dan mengusap sebagian permukaan kacanya. Jam menunjukkan angka tujuh kurang sedikit. Muncul pertanyaan di benak Elang 9 : Inikah “saat” yang terhenti di Kinahrejo?

Kondisi ruangan di rumah belakang Lik Pudjo, 27 Oktober 2010, jam 07.25

Elang 9 kemudian keluar rumah dan berpapasan beberapa Elang yang sudah berada di halaman rumah Lik Pujo. Terjadi sedikit pembicaraan di antara para Elang tersebut. Selain Elang 9, semua Elang meneruskan langkah ke belakang rumah, sedangkan Elang 9 menuju ke tempat sepeda motornya. Di pinggir jalan, Elang 9 bertemu dengan Elang 1 dan Elang 10 yang sedang berdiri menghadap ke Gunung Merapi. “Gimana Mas?”, tanya Elang 10 kepada Elang 1. Elang 1 hanya menoleh sambil tetap mendengarkan informasi dari handy talkie. Tak berapa lama, Elang 1 memanggil Elang 10 dengan lambaian tangan agar mendekat. “Kamu naik dengan motormu. Tarik seluruh teman-teman yang masih di atas untuk turun! Aktivitas Merapi meningkat !”, kata Elang 1. Tanpa berkata lagi, Elang 9 segera menaiki sepeda motornya menuju Titik Koordinasi.

Sesampai di Titik Koordinasi, Elang 10 melihat beberapa sepeda motor yang terparkir dan beberapa orang masih berada di sekitar pemukiman warga Kinahrejo. Sebagian (besar) dari kebanyakan orang tersebut sedang “asyik” mengambil foto kawasan Kinahrejo. “Gebleg !”, gumam Elang 10. “Heiii… semuanya turun… turun… Merapi naik… Merapi naik…!!” teriak Elang 10 kepada orang-orang tersebut. Orang-orang tersebut segera berlarian ke sepeda motornya masing-masing. “Masih ada orang nggak Mas di sana?” tanya Elang 10 kepada salah satu orang “gebleg” tersebut. “Masih Mas..”, jawab orang tersebut sambil berlalu. Elang 10 segera naik – dengan masih mengendarai sepeda motornya, hingga reruntuhan pohon yang melintang di jalan.  Sesaat Elang 10 melihat seseorang yang kesulitan memutar sepeda motornya. “Sing iki tambah gebleg.. (Yang ini tambah gebleg…)!!”, gumam Elang 10 (lagi).

Setelah memutar sepeda motornya menghadap ke selatan tanpa mematikan mesin, Elang 10 turun dan kemudian berjalan ke arah makam – yang berada di punggungan sebelah barat Masjid Al-Amin.  Dengan berdiri di bagian igir  punggunan, Elang 10 memperhatikan pemukiman di sekitar rumah Mbah Maridjan. Terlihat 3 – 4 orang masih “mendokumentasikan”  tempat tersebut. “Hoooiiiii….hooiiii…”, teriak Elang 10 sekuat tenaga. Orang-orang yang berada di bawah menoleh. Elang 10 segera melambaikan tangan kanannya sembari tangan kirinya menunjuk ke arah Gunung Merapi. “Balik….balik…cepet…!”, Elang 10 beteriak lagi. Orang-orang tersebut segera berjalan ke arah Elang 10. “Lari….lari… Merapi naik… Merapi naik…!”, lagi-lagi Elang 10 berteriak. Setelah itu, Elang 10 segera menuju sepeda motor dan menaikinya. Sambil berjalan turun, Elang 10 masih menengok ke arah barat, jika masih ada orang yang berada di kawasan tersebut. Sesampai di Titik Koordinasi, Elang 10 berhenti dan menunggu orang-orang yang diteriakinya tadi. Beberapa saat kemudian, orang-orang tersebut sudah sampai di Titik Koordinasi dengan terengah-engah. “Ayo Mas…turun…!!” kata Elang 10 dengan sedikit bentakan. Elang 10 pun memacu sepeda motornya menuju pertigaan Ngrangkah.

Di pertigaan Ngrangkah, lebih banyak lagi orang yang sudah berkumpul tempat tersebut. Tak berapa lama kemudian, serombongan mobil pejabat tiba di pertigaan Ngrangkah dan terus berjalan naik. Beberapa Elang tersenyum (kecut) dan bahkan ada yang berkata “Telat komendann… Tangine kawanen… (Terlambat komendan…. Bangunnya kesiangan…)”. Sekitar jam 8, Elang 1 dan Elang 2 mengumpulkan seluruh Elang untuk melakukan debriefing operasi. Elang 1 menyatakan bahwa operasi untuk sementara dihentikan, rekapitulasi (sementara) korban yang sudah dievakuasi, seluruh personil akan ditarik ke Posko untuk istirahat dan digantikan dengan personil lainnya, serta adanya informasi yang menyatakan bahwa masih ada 2 orang warga Kinahrejo yang belum ditemukan keberadaan dan keadaannya. Berdasar informasi dari keluarga, kedua orang tersebut diperkirakan masih mencari rumput ketika erupsi terjadi pada Selasa sore. Terakhir, Elang 1 menyatakan rasa terima kasih kepada seluruh Elang yang telah terlibat dan berkontribusi dalam operasi evakuasi warga Kinahrejo pagi itu.

Debreifing Tim Evakuasi, Ngrangkah, 27 Oktober 2010. jam 08.04

*****

Erupsi Merapi tanggal 26 Oktober 2010 telah memberikan pelajaran baru kepada seluruh pecinta Merapi. Pelajaran pertama, dari perspektif kegunungapian, dugaan bahwa kawasan Kinahrejo dihempas oleh awan panas yang meluncur dari puncak setidaknya dipatahkan beberapa fakta yang ditemukan di lapangan, yaitu: 1) material yang ditemukan kawasan Kinahrejo merupakan material debu vulkanik halus, berbeda dengan material awan panas yang memuat material lebih kasar; 2) rumpunan bambu dan pepohonan rubuh dalam posisi yang seragam, yaitu mengarah ke utara – selatan, berbeda dengan jika terkena material awan panas yang cenderung tidak berpola atau bahkan tertimbun; 3) sebagian besar dinding rumah yang rubuh adalah dinding yang berhadapan dengan puncak Merapi atau dinding yang membujur barat – timur, sedangkan dinding yang membujur utara – selatan relatif tidak rubuh, berbeda dengan kondisi bangunan warung di kawasan wisata Kaliadem yang tertimbun material awan panas paska Erupsi Merapi 2006. Berdasar fakta tersebut, beberapa orang relawan menduga bahwa kawasan Kinahrejo terkena limpasan awan panas dengan kekuatan besar. Namun sebenarnya dugaan tersebut juga terpatahkan saat itu juga, dengan adanya informasi bahwa tidak ada material awan panas yang di kawasan Kaliadem (informasi ini didapatkan dari salah satu wartawan yang kebetulan mantan pecinta alam Yogyakarta, yang pada tanggal 27 Oktober 2010 pagi sempat mengambil dokumentasi di kawasan wisata Kaliadem). Hal ini kemudian diperjelas dengan pernyataan Pak Subandriyo (Kepala BPPTK Yogyakarta) yang mengatakan bahwa kawasan Kinahrejo dihempas oleh direct blast dengan kecepatan tinggi dan kandungan gas beracun yang tinggi. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil otopsi jenazah yang menggambarkan bahwa tidak semua korban yang meninggal dikarenakan luka bakar, namun dikarenakan gas beracun.

Pelajaran kedua, dari perspektif operasi evakuasi warga lereng selatan Gunung Merapi yang memerlukan upaya perbaikan dari aspek SOP, personil, peralatan, kendaraan evakuasi, dokumentasi dan lainnya. Aspek SOP yang perlu diperbaiki adalah mekanisme evaluasi atas safety, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan evakuasi warga. Aspek personil berhubungan dengan skill personil dan insting di lapangan yang sesuai dengan tingkat resiko bahaya. Aspek peralatan meliputi ketersediaan kantung jenazah, alat pengangkut kantung jenazah, gergaji mesin, lampu penerangan dan sebagainya. Aspek kendaraan evakuasi lebih ditekankan pada ketersediaan kendaraan yang sesuai dengan jumlah warga, dan tidak kalah pentingnya adalah komitmen untuk melakukan evakuasi. Aspek dokumentasi menekankan pada prosedur pendokumentasian pelaksanaan operasi, yang meliputi pengambilan data, pengelolaan, maupun menyusun kerangka media yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak. Upaya perbaikan sistem operasi evakuasi secara terintegrasi merupakan sebuah keniscayaan untuk mengimbangi aktivitas Gunung Merapi yang berbeda dengan kejadian erupsi pada masa sebelumnya.

Pelajaran ketiga, dari perspektif sosial budaya, erupsi Gunung Merapi telah mampu merubah “zona nyaman dan aman” sebagian besar warga lereng selatan Gunung Merapi. Pelajaran penting di sini adalah kehendak alam mempunyai kekuatan yang tidak terbayangkan. Perubahan mindset ini yang harus ditumbuhkembangkan dan kemudian dilanjutkan dengan upaya transgenerasi, serta juga untuk ditularkan kepada warga kawasan lereng Gunung Merapi lainnya. Dengan adanya perubahan mindset, diharapkan relokasi warga lereng Gunung Merapi akan berada dalam zona nyaman dan aman yang sesungguh-sungguhnya.

Pelajaran keempat, dari perspektif politik – kebijakan, di mana upaya yang dilakukan oleh pemerintah (khususnya Satlak Penanggulangan Bencana) belum dapat mengatasi persoalan yang sebenarnya terjadi – untuk tidak mengatakan gagal implementasi. Prosedur birokrasi yang masih menghambat pelaksanaan operasi evakuasi pada khususnya dan sistem penanggulangan bencana pada umumnya harus digantikan dengan contingency plan yang rasional dan argumentatif. Dengan kata lain, sistem penanggulangan bencana bukan berisi perencanaan yang asumtif, yang kemudian hanya berada di atas kertas dan kemudian tidak dapat diimplementasikan.

*****

Epilog

Kisah Kecil di Kinah ini tidak bermaksud untuk menguak “luka dan duka” warga Kinahrejo dan kawasan lereng Gunung Merapi lainnya. Ataupun juga tidak didedikasikan untuk menghormati para pelaku operasi Evakuasi semata. Ataupun hanya melihat sebelah mata terhadap upaya-upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam proses operasi evakuasi. Namun kisah ini diharapkan dapat menjadi bagian yang melengkapi pelajaran yang didapatkan dari peristiwa Erupsi Merapi 2010. Sehingga ke depan dapat dijadikan tetenger (penanda) dalam upaya memperbaiki pelaksanaan sebuah operasi evakuasi warga lereng Gunung Merapi secara terus menerus. Kisah ini hanyalah sebutir pasir dari pantai tujuan yang hendak dicapai, yaitu keselamatan warga lereng Gunung Merapi beserta kekayaan yang dimilikinya.

Bagi penulis, kisah ini di satu sisi merupakan sebagai bentuk apresiasi kepada setiap relawan dan anggota Tim SAR yang telah dengan tulus dan ikhlas membantu proses evakuasi warga lereng Gunung Merapi, dan di sisi lain merupakan sebagai kontribusi yang tidak seberapa dalam upaya reproduksi pengetahuan – terutama tentang kebencanaan. Sekali lagi, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada para relawan yang telah bersedia berbagi kisah yang telah dialami, dan juga mohon maaf atas ketidakcermatan dalam menuangkan (kembali) pengalaman para relawan ke dalam tulisan.

Artikel terkait :

23 thoughts on “Kisah Kecil di Kinah

    • …sami-sami dab… sebenarnya yang lebih layak mendapatkan apresiasi adalah teman-teman relawan dan anggota Tim SAR … sedangkan saya hanyalah menuliskan kembali pengalaman mereka…

  1. Salut untuk teman2 garis depan (elang)……kala itu sya pribadi di beri ksempatan untuk bergabung dg para elang…namun saya mnyadari kterbatasan kmampuan saya yg minim ilmu evakuasi atau SAR karena msih bnyk hal lain yg bsa sya kerjakan untuk mmbntu korban merapi….tetap smngat para ELANG….dan untuk pnulis lanjutkan tulisan2 yg lainnya…selamat berkarya…….

  2. Bravo utk para Elang yg mau bersusah payah menempuh bahaya demi menyelamatkan sesama.
    Amal ibadah yg akhirnya menjadi pahala.

  3. Luar biasa !!! baik utk cara penuturan ceritanya yg sgt baik dan juga utk upaya luar biasa yg telah dilakukan oleh para relawan…salut !!

  4. sebuah catatan yang tercecer yang lebih arif dan bijak, berusaha menyatukan rangkaian puzzle imajinasi kita dan tak ada “aku” yang harus di perlihatkan.
    terimakasih untuk :
    penulis, yang berhasil berdiri tanpa harus menjadi yang lebih tinggi…
    para elang, semoga menjadikan pengalaman kemarin sebagai kebanggaan serta pembelajaran tanpa harus terlalu membusungkan dada karena sebenarnya masih banyak elang elang yang lain di sekitar kita….
    warga lereng merapi, atas ketabahan, keikhlasan, keberanian dan kemandiriannya, semoga menjadikan pembelajaran bagi kita semua untuk lebih bersikap arif dan bijaksana dalam menghadapi dan mensikapi suatu bencana…..
    dan yang terakhir Tuhan, terimakasih telah Engkau berikan kami semua kesempatan melakonkan tokoh dalam cerita yang sesuai dengan skenarioMU……………………

  5. Selamat buat para teman2 relawan atas dedikasi dan kegigihannya dalam peristiwa ini. Anda memang layak dapat bintang–Medal of Honor!!

  6. Cerita yang bermanfaat, dan dibaca berapa kalipun tetap mengharukan dan menyentuh. Teriring doa, semoga yang sudah mendahului kita semua diberikan jalan yang lapang, yang masih bersama kita semoga tetap tatag.

  7. cerita yg pilu, namun sungguh membangun.
    mngkin serpihan2 cerita selama erupsi bisa dikumpulkan kemudian dibukukan, banyak hal yg bisa kita pelajari dari sebuah cerita, meski itu pahit.
    terus berkarya !

  8. Banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang saya dapat dari artikel yang anda buat, semoga dapat diterapkan dalam keseharian dan prilaku orang-orang yang membaca artikel anda.

    Terimakasi untuk infonya semoga bermanfaat untuk orang banyak. Salam anomtunggal.
    Mampir juga ke blog saya.

Leave a reply to bagasaskara Cancel reply